skip to main |
skip to sidebar
MANAJEMEN

PENERAPAN KONSELING DALAM ORGANISASI KERJA
Dalam beberapa tahun terakhir, manajemen perusahaan banyak memberikan
perhatian pada dampak stres terhadap karyawan. Ketika berbagai faktor
dari luar menekan, terjadi proses fisiologis secara hormonal yang
mempengaruhi tekanan darah sehingga mengakibatkan kerusakan pada tubuh
individu. Oleh karena itu tubuh individu harus selalu siap untuk
menetralisir dan meminimalkan kerusakan tersebut. Konseling yang
profesional dapat membantu individu untuk memahami sifat dan pengaruh
stres terhadap kesejahteraan psikologis dan fisiologisnya. Stres
merupakan pengalaman yang menciptakan ketidak seimbangan psikologis atau
fisiologis dalam diri seseorang.
Faktor-faktor yang menjadi sumber stres dalam dunia kerja terbagi menjadi (2) dua, yaitu :
1.Faktor yang berkaitan dengan pekerjaan dan faktor yang tidak berkaitan
dengan pekerjaan.Faktor yang berkaitan dengan pekerjaan meliputi
ketidakjelasan peran individu dalam perusahaan, konflik peran, beban
kerja yang berlebihan, adanya tekanan untuk mengejar target dalam waktu
tertentu, sistem pengawasan, umpan balik tentang tampilan kerja yang
kurang tepat, perubahan tipe pekerjaan, ketidaksesuaian dalam pencapaian
tujuan karier, kesulitan interpersonal atau kelompok, adanya clique di
tempat kerja, risiko kerja, tanggung jawab terhadap orang lain atau
pekerjaan.
2. Faktor-faktor yang tidak berkaitan dengan pekerjaan meliputi
pemutusan hubungan kerja (PHK), masalah perkawinan, masalah anak,
kesulitan fisik, keuangan, pindah tempat tinggal, ketidakstabilan
politik dan ekonomi.
Untuk mengatasi stres yang ditimbulkan oleh faktor-faktor tersebut
perusahaan melaksanakan program konseling. Tujuan konseling secara umum
adalah memberikan bantuan dan dukungan terhadap karyawan yang berkaitan
dengan masalah yang dihadapinya sehingga mereka dapat mengembangkan
kesadaran diri (self-awareness), pemahaman terhadap lingkungan,
pengendalian diri (self-control), dan mengembangkan kemampuan bekerja
secara produktif dalam organisasi. Tujuan konseling ini dapat dicapai
melalui fungsi-fungsi konseling, yang meliputi:
a.Advice : memberi nasihat kepada klien dalam rangka membimbing agar menampilkan perilaku yang diinginkan.
b.Reassurance : memberikan rasa percaya diri bahwa karyawan sebenarnya mampu mengatasi masalahnya sendiri.
c.Communication : sebagai media komunikasi atasan bawahan, konselor
membantu meyampaikan perasaan karyawan kepada pimpinan atau sebaliknya
konselor bisa membantu menginterpretasikan masalah organisasi kepada
pekerja.
d.Release emotional tension : pekerja menjadi lebih lega, bisa menghadapi masalah, lebih rasional.
e.Clarified thinking : membantu karyawan melihat permasalahan secara lebih jernih dan tidak terpengaruh emosi.
f.Reorientation : terjadi perubahan secara psikologis pada karyawan
melalui perubahan nilai dan tujuan, membantu karyawan mengenal dan
menerima keterbatasan mereka.
I.DEFINISI KONSELING
Steve Cooper (2005:14) mendefinisikan konseling sebagai usaha yang
sengaja untuk menciptakan dan memelihara lingkungan kerja yang dapat
memberdayakan karyawan, menenangkan karyawan, membantu atau memberikan
konsultasi untuk menyelesaikan masalah mereka dengan cara mereka
sendiri.
Menurut Burks dan Stefflre, 1974 dalam Baraja (2006: 10) konseling
merupakan hubungan profesional antara seorang konselor terlatih dan
seorang klien. Hubungan ini biasanya bersifat orang per orang (person to
person) meskipun seringkali melibatkan lebih dari dua orang yang
dirancang untuk membantu para klien memahami dan memperjelas pandangan
hidupnya, dan belajar mencapai tujuan yang ditentukan sendiri melalui
pilihan-pilihan yang bermakna dan penyelesaian masalah-masalah emosional
dan antar pribadi.
Pendapat lain dikemukakan oleh Gustard, 1953 (dalam Baraja, 2006 : 11)
yang menyatakan bahwa konseling merupakan suatu proses yang mempunyai
orientasi pada belajar, dilakukan dalam lingkungan sosial oleh seseorang
terhadap orang lain (konselor terhadap klien), dengan memberikan
bantuan secara profesional (mempunyai pengetahuan dalam bidangnya),
serta membantu klien dengan metode yang sesuai dengan masalah yang
dihadapi klien agar dapat memahami dan menghayati tujuan yang ditetapkan
bersama dalam proses konseling sehingga klien dapat menjadi anggota
masyarakat yang lebih produktif dan bahagia.
Sedangkan APA (Americans Psychology Association) mendefinisikan
konseling sebagai suatu proses untuk membantu individu dalam mengatasi
hambatan-hambatan perkembangan pribadinya dan untuk mencapai
perkembangan kemampuan pribadi yang dimilikinya secara optimal.
Dari definisi-definisi tersebut di atas digambarkan bahwa konseling
merupakan suatu hubungan timbal balik antara konselor dengan klien yang
dalam lingkungan kerja kita artikan sebagai Karyawan, yang mempunyai
sifat profesional secara individu maupun kelompok yang dirancang untuk
membantu karyawan mencapai perubahan yang bermakna bagi kehidupannya
dengan ciri-ciri sebagai berikut:
1.Interaksi antara dua orang yaitu seorang karyawan dan seorang konselor
2.Karyawan yang datang pada konselor biasanya mengalami atau mempunyai masalah.
3.Karyawan datang untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya baik atas kemauan sendiri atau atas anjuran Perusahaan
4.Konselor adalah seorang yang terlatih dan mempunyai guidence secara teori yang umum berlaku.
5.Tujuan konseling adalah menolong dan membantu klien untuk dapat
mengerti dan menerima keadaannya, yang kemudian diharapkan dapat
menemukan jalan keluar dan mengembangkan potensi dirinya.
6.Proses konseling menitikberatkan pada masalah yang jelas, terang dan nyata serta dalam kesadaran diri.
7.Kembali kepada Feedback Perusahaan Konseling mempunyai manfaat
penempatan jalur yang sama (keseragaman) arah terhadap Visi, Misi,
Tujuan, Strategi, penyeragaman kemampuan dan skills, pusat penerangan
terhadap segala sesuatu yang berhubungan dengan perusahaan terutama
peraturan dan kebijakan perusahaan.
II. TIPE - TIPE KONSELING
1.Directive Counseling
Directive Counseling adalah proses mendengarkan masalah emosional
individu, membuat keputusan bersama tentang apa yang harus dia lakukan,
dan memberitahu serta memotivasinya untuk melakukan hal tersebut.
Directive Counseling sebagian besar menggunakan fungsi konseling advice
(nasihat) juga reassurance, communication, memberikan emotional release
dan sedikit clarified thinking. Reorientation jarang digunakan dalam
directive counseling. Konselor directive counseling harus menjadi
pendengar yang baik jika ingin memahami masalah karyawan sehingga
karyawan mengalami emotional release. Setelah mengalami emotional
release disertai beberapa ide dari konselor, karyawan diharapkan dapat
menjernihkan pikirannya.
2.Non-directive Counseling
Non-directive counseling atau client-centered counseling adalah proses
mendengarkan karyawan sepenuhnya dan mendorongnya untuk menjelaskan
masalah emosionalnya, memahami masalah tersebut dan menentukan
tindakan-tindakan yang akan diberikan. Tipe konseling ini memfokuskan
perhatian pada karyawan, konselor tidak bertindak sebagai penilai atau
penasihat makanya disebut client-centered. Konselor non-directive
counseling tidak menggunakan advice dan reassurance, tetapi menggunakan
empat fungsi konseling lainnya. Emotional release lebih efektif
digunakan dalam non-directive counseling begitu juga clarified thinking.
Keuntungan khas dari non-directive counseling adalah kemampuannya untuk
mengarahkan karyawan melakukan reorientation yang menekankan pada
perubahan dirinya. Dalam tipe konseling ini konselor membangun suatu
hubungan permisif yang mengarahkan klien untuk berbicara dengan bebas.
Hal utama yang dilakukan oleh konselor non-directive adalah menetapkan
hubungan konseling dengan menjelaskan bahwa konselor tidak memberikan
penyelesaian masalah karyawan tetapi dapat membantu karyawan untuk
menjelaskan perasaannya. Kemudian konselor mendorong karyawan untuk
mengekspresikan perasaanya, menunjukkan ketertarikan terhadap apa yang
dikemukakan dan menerimanya tanpa menyalahkan atau memujinya. Sehingga
karyawan dapat mencurahkan perasaan negatif, dan diberikan kesempatan
untuk mengekspresikan perasaan positifnya, hal ini merupakan tanda
dimulainya perkembangan emosional pada karyawan. Setelah semuanya
berjalan dengan baik, karyawan seharusnya sudah memperoleh insight
tentang masalahnya dan mengembangkan alternatif pemecahan masalah.
Selanjutnya karyawan dapat memilih beberapa langkah positif dan dapat
menemukan cara untuk mencoba langkah tersebut. Kemudian karyawan merasa
kebutuhan akan pertolongan konselor berkurang dan menyadari hubungan
konseling harus berakhir.
3.Cooperative Counseling
Non-directive counseling yang murni dilakukan oleh karyawan tidak banyak
digunakan karena biaya yang mahal dan keterbatasan lainnya. Directive
counseling tidak terlalu disukai karena tidak tepat untuk situasi
konseling saat ini. Untuk mengatasi dua tipe konseling yang ekstrim di
atas, ada semacam penggabungan kedua tipe konseling tersebut yang
dinamakan cooperative counseling. Cooperative counseling tidak
seluruhnya client-centered counseling atau counselor-centered, tetapi
merupakan kerjasama saling menguntungkan antara konselor dan karyawan
untuk menerapkan perbedaan pandangan pengetahuan dan nilai terhadap
masalah. Hal ini ditetapkan sebagai diskusi yang saling menguntungkan
tentang masalah emosional karyawan dan usaha kerja sama untuk membangun
kondisi yang akan memulihkan karyawan. Cooperative counseling dimulai
dengan menggunakan tehnik mendengarkan non-directive counseling: tetapi
ketika interview berkembang, manager memainkan peran yang lebih positif
daripada memainkan peran konselor non-directive. Manager menawarkan
pengetahuan dan insight yang dipunyainya, mendiskusikan situasi dari
pandangan yang luas dari organisasi kemudian memberikan pandangan yang
berbeda dengan karyawan sebagai perbandingan. Secara umum, manager dalam
perannya sebagai konselor cooperative menerapkan empat fungsi konseling
yaitu reassurance, communications, emotional release dan clarify
thinking. Dalam konseling, karyawan lebih banyak berbicara sedangkan
konselor lebih banyak mendengarkan. Konselor lebih berperan sebagai alat
untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
III.PROSES KONSELING
Proses konseling merupakan suatu kegiatan pencarian data dari seseorang
yang mengalami masalah yang berlangsung selama konseling dengan
menggunakan langkah-langkah konseling.
Langkah-langkah konseling sebagai berikut :
1.Menyatakan kepedulian atau keprihatinan dan membentuk kebutuhan akan bantuan.
Langkah pertama ini memberikan kepedulian terhadap masalah-masalah yang
dihadapi karyawan, baik yang disebabkan oleh diri karyawan sendiri
maupun disebabkan oleh lingkungan yang memberikan tekanan kepadanya.
Dengan kepedulian dan perhatian terhadap karyawan dapat membentuk rasa
keinginan dan semangat untuk menyelesaikan masalahnya, sehingga karyawan
akan menunjukkan suatu keseriusan dan kejujuran terhadap masalah yang
sedang dihadapinya. Kemudian memberikan penjelasan dan pengertian agar
klien menyadari atas perlunya bantuan untuk menyelesaikan masalahnya dan
karyawan bersedia masuk dan terikat dalam proses konseling.
2.Membentuk hubungan
Karyawan dan konselor memulai proses membangun suatu hubungan yang
bercirikan kepercayaan, keyakinan, dengan didasari atas keterbukaan dan
kejujuran atas semua pernyataan karyawan dan konselor dalam proses
konseling.
3.Menentukan tujuan dan eksplorasi pilihan
Dalam langkah ini dilakukan pembahasan masalah dengan melakukan diskusi dengan karyawan untuk mengeksplorasi tujuan konseling.
4.Menangani masalah
Konselor berusaha untuk dapat menentukan prioritas masalah karyawan yang
harus ditangani sehingga dapat mengarahkan karyawan untuk benar-benar
mengungkapkan masalahnya dan berdiskusi untuk memecahkannya.
5.Menumbuhkan kesadaran
Menumbuhkan kesadaran pada karyawan agar karyawan benar-benar mengetahui
dengan jelas masalah yang dihadapinya. Konselor berusaha mengarahkan
karyawan untuk mendapatkan insight atau understanding, karyawan memahami
apa yang sedang dialami dan apa yang harus dikerjakan dalam
menyelesaikan masalahnya sebagai hasil dari proses konseling atau
berdasarkan hal-hal yang dilihat dan dirasakannya.
6.Merencanakan cara bertindak
Setelah mendapatkan insight karyawan harus melakukan suatu tindakan
untuk menyelesaikan masalahnya. Jika karyawan merasa ragu dan bingung
untuk mengambil keputusan dalam bertindak maka konselor dapat memberikan
berbagai pilihan rencana tindakan.
7.Menilai hasil dan mengakhiri konseling
Langkah ini adalah langkah terakhir untuk melihat keberhasilan jalannya
konseling berdasarkan sejauh mana klien mencapai tujuan konseling.
Keputusan untuk mengakhiri atau menghentikan konseling merupakan
keputusan bersama antara konselor dan karyawan berdasarkan dua hal yaitu
apakah tujuan konseling telah terpenuhi dan apakah hasil dari konseling
sudah didapat.
Sebelum melaksanakan proses konseling karyawan, konselor hendaknya menyiapkan hal-hal sebagai berikut:
1)Mempertimbangkan berapa kali konseling diperlukan, besarnya intensitas pembicaraan, dan tingkat kesiapan karyawan
2)Memperjelas alasan mengapa konselor melakukan konseling dan juga sasaran dilaksanakannya konseling
3)Melakukan evaluasi terhadap sasaran pekerjaan dan prestasi yang sudah dicapai karyawan
4)Memberi tahu karyawan tentang jadwal dan tempat pelaksanaan konseling.
5)Setiap konseling dilaksanakan minimal 30 menit
6)Tidak ada gangguan (menerima telepon, tamu, dll) ketika melaksanakan konseling
7)Memindahkan peralatan (meja, dll) yang tidak diperlukan, yang dianggap dapat menciptakan suasana yang kurang akrab.
8)Mencatat hal-hal yang akan dibicarakan dalam proses konseling
9)Mencatat hasil pembicaraan dan rencana tindak lanjut.
Pedoman pelaksanaan konseling karyawan yang berhasil:
1.Memperlakukan karyawan dengan hangat dan ramah. Menggunakan bahasa tubuh, kontak mata, dan menatap wajah klien.
2.Menjelaskan maksud dan tujuan pertemuan konseling (jika karyawan
dipanggil oleh konselor) atau menanyakan maksud dan tujuan karyawan
(jika karyawan datang sendiri).
3.Bertanya dengan pertanyaan terbuka tentang hal-hal yang dirasakan dan dipikirkan karyawan.
4.Mendorong karyawan untuk mengungkapkan alternatif pemecahan masalah yang dihadapinya.
5.Berusaha menggali pendapat karyawan tentang konsekuensi dari alternatif pemecahan masalah yang disampaikannya.
6.Menghindari mengemukakan pandangan, namun tetap memberikan tambahan
informasi yang akan membantu klien dalam mengambil keputusan.
7.Memperlihatkan empati dan menunjukkan kepercayaan terhadap kemampuan karyawan dalam mengatasi masalah yang dihadapinya.
8.Memberikan dukungan mental dan/ atau sumber daya seperlunya.
9.Meneruskan kepada ahlinya apabila masalah yang dihadapi tidak bisa diatasi sendiri.
10.Membuat catatan rangkuman pertemuan dan hal-hal yang dibicarakan pada
akhir pertemuan untuk klarifikasi dan kesepakatan mengenai rencana
tindak lanjut.
Oleh : Ramses Bakkara